Sabtu, 07 Mei 2016

Guru Qolbu

Standard
Guru merupakan figur amat penting dalam kehidupan manusia sepanjang masa. Pandangan masyarakat terhadap profesi guru sejak dulu terbentuk secara khusus, namun mengalami perkembangan, bahkan mengalami pula pasang surut. ( Witarsa,2014). Cukup lama, guru dijuluki sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, suatu anugerah penghargaan yang kemudian memudar manakala tingkat kesejahteraan finansial terus mengalami peningkatan, terlebih setelah penerapan Undang-undang Guru dan Dosen yang melahirkan tunjangan profesi/ sertivikasi

Ada sebuah kiasan yang berbunyi, “ guru ratu wong atua karo,” dulu, guru merupakan sosok yang amat disegani,dan wajib di hormati, dengan tingkat penghormatan yang setara dengan pemerintah dan orang tua. Penghargaan yang tinggi tersebut termanifestasi dalam berbagai bentuk, seperti sebutan pada sosok guru : juragan guru, juragan mantri ( bagi kepala sekolah ), tuan guru, dan pak guru, adalah salah satu contohnya.

Sikap membungkuk jika berpapasan dengan guru yang tidak hanya dilakukan oleh murid-muridnya, melainkan juga oleh orang dewasa, juga contoh dari perwujudan penghormatan tersebut. Kepercayaan terhadapp guru sebagai sosok yang mampu menjalankan tugas apapun, sejak lama terpatri dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Akan tetapi seiring perkembangan jaman, tingkat penghormatan dan penghargaan tersebut sedikit/banyak menunjukkan indikasi pelunturan. ( Witarsa,

Apapun bentuk reaksi, pandangan, dan penghargaan dari pihak luar, sudah seyogyanya guru yang baik adalah guru yang tetap istiqomah dalam menjalankan tugas, tak hanya tetap sesuai dengan aturan yang berlaku, akan tetapi juga dengan ketulusan hati dan pendasaran kinerja pada prinsif ibadah.

Menurut  Prof. DR. H. Moh. Surya, guru yang ideal seperti itu disebut sebagai “ Guru Qolbu “ Mantan Ketua PB PGRI tersebut mendefinisikan Guru Qolbu sebagai, “ guru yang melaksanakan peran tugasnya selaku pendidik dengan penuh ketulusan hati yang bersumber dari kebajikan qolbunya yang paling dalam.

            Menurut beliau ada tujuh ciri yang menjadi sumber terwujudnya Guru Qolbu. Ketujuh ciri tersebut adalah :
1). Keyakinan, yang benar-benar dipahami,diresapi, dan diamalkan dalam setiap gerak, langkah guru. Keyakinan ini bisa bersumber dari agama, budaya, pengetahuan, kehidupan sosial, dan sebagainya;
2). Kebenaran,  yang bersumber dari agama, budaya, pengetahuan, kehidupan sosial, dan sebagainya;
3). Keharuan rasa, yang akan menjadi tali pengikat batin dan hubungan emosional antara dirinya selaku pendidik dan muridnya;
4). Rendah Hati ( low profile ), yakni sikap untuk secara ikhlas menjadikan dirinya sebagai hamba Alloh yang melaksanakan tugasnya semata-mata karena wujud ibadah kepada Alloh SWT, tanpa dibarengi sikap sombong dan mentang-mentang;
5). Rasa cinta dan kasih sayang, yang menjadi dasar hubungan pedagogis antara dirinya selaku guru dan anak-anak didiknya;
6). Syukur, yakni sikap untuk senantiasa bersyukur atas segala hal yang telah ternikmati selama hidupnya;
7). Keutuhan diri, yang terwujud dalam seluruh perilakunya sebagai cerminan dari keutuhan

Dari paparan sang Bagawan Pendidikan Nasional di atas, kita dapat mengakar diri, apakah sudah layak disebut sebagai guru Qolbu, seperti halnya julukan sang Profesor itu pada figur Een Sukaesih, seorang guru yang mengabdi selama 28 tahun dengan kondisi lumpuh? Kalau belum seutuhnya sesuai dengan tujuh kriteria di atas, maka tidak ada salahnya apabila kita berusaha melakukan perenungan dan perbaikan. Tujuannya adalah, tentu saja untuk menempa diri menjadi Guru

Guru Qolbu yang dipaparkan diatas masih menurut beliau, adalah derajat guru yang paling tinggi diantara ketiga kategori guru lainnya, yakni Guru Aktual, Guru Harmonis, dan Guru Karakter. Guru Aktual adalah guru yang secara nyata menjadi guru dengan menjalankan peran dan tugasnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, akan tetapi dalam batinnya tidak semua penampilan kinerjanya berdasarkan pada jiwa, semangat dan nilai selaku guru. Guru yang bertugas atas prinsif formalitas, puraga tamba kadengda, dan membayar gaji yang telah dibayarkan di muka, nampaknya merupakan contoh dari guru kategori

Guru Harmonis adalah guru yang menampilkan dirinya sebagai guru dengan kemampuan mengelola diri agar tampil sebagai guru yang baik. Ia terlihat harmonis selaku guru, walaupun tidak seluruhnya berdasar pada kondisi pribadi yang menjadi tuntutan sebagai guru. Pertentangan antara kondisi pribadi dan tuntutan karier sebagai guru, namun ia mampu menserasikannya sehingga tetap terlihat

Guru Karakter adalah sosok guru yang terwujud berdasar karakter yang melekat pada dirinya dan merupakan bagian dari kepribadiannya yang sudah terbangun sejak kecil. Oleh karena itu, penampilan kinerjanya selaku guru sesuai, serasi, selaras, dan seimbang dengan karakter yang melekat pada dirinya. Penampilannya selaku guru sekaligus merupakan penampilan nilai

Dari keempat kategori tersebut, lagi-lagi kita dapat mengukur diri. Jika belum pantas dikategorikan sebagai Guru Qolbu, berada dikategori manakah kita? Sambil berusaha menemukan jawaban, maka tak ada salahnya apabila kita berusaha melakukan refleksi dan revarasi diri dengan tujuan menempa diri menjadi Guru Qolbu, Insya Alloh. (*)

0 komentar:

Posting Komentar